SEJARAH LAHIRNYA WAHABI & BERDIRINYA KERAJAAN SAUDI ARABIA

















1701: Muhammad Bin Abdul Wahab dilahirkan di Uyainah, Nejd.


1713-an keatas: Pergi ke Basrah untuk menuntut ilmu, disana Muh. Bin Abdul Wahab bertemu Mr. HEMPHER mata-mata Inggris yang mengaku sebagai Muslim dari Turki yang punya misi mencari kelemahan untuk menghancurkan Khilafah Turki Ottoman dari dalam.


Hempher menggunakan Muh. Bin Abdul Wahab sebagai boneka penyebaran mazhab baru yang “bebas” dengan dalih kebebasan IJTIHAD “mengkaji langsung dari Qur’an dan Hadits” walaupun menyelisihi pemahaman para sahabat, para Imam Mazhab yang 4 dan para Ulama Muktabar.

Hempher menjanjikan dukungan dana dan senjata dari Inggris bagi Imam Mujtahid yang baru muncul ini.

Tujuan utama Hempher adalah agar Muh. Bin Abdul Wahab mencetuskan revolusi pemberontakan melepaskan diri terhadap Khilafah Islam Turki Ottoman.


Dengan agenda tersembunyi akan melakukan pemberontakan, dibangunlah doktrin-doktrin baru untuk melegislasi tindakan kekerasan dan pembunuhan terhadap pejabat pemerintah Turki Ottoman dan semua orang yang tidak mendukung revolusi wahabi, yaitu:


Membuat ajaran baru yang mudah meng-KAFIR-kan kaum Muslimin, sebagai alasan untuk menghalalkan darahnya apabila tidak mau bergabung dengan gerakan Wahabi.


Di Basrah itulah dimulai ajaran-ajaran TAKFIR-nya disebar luaskan. Tentu saja PERKARA BARU-nya itu ditentang oleh Ulama-ulama setempat.


1726: Dakwah di Huraymilah dan menyebarkan Perkara Baru ajaran takfir-nya, diusir oleh masyarakat setempat.


1728: Dakwah di Uyainah, mendapat dukungan dari Amir Utsman penguasa Uyainah, mulai melakukan perusakan dan pembongkaran kubah makam orang-orang soleh. Tindakan dan ajarannya yang ekstrim mendapat kecaman dari penguasa wilayah yang lain. Belakangan akhirnya Amir Utsman menarik dukungannya dan mengusirnya.
Hempher yang selalu mem-back up dari belakang layar, akhirnya mengatur pertemuan dengan Muhammad Bin Su’ud penguasa Di’riyah.


1744: Bergabung dengan Muhammad Bin Saud penguasa Di’riyah, semakin gencar menyebarkan doktrin-doktrin WAHABI, dan mempraktekkan tindakan-tindakan kekerasan dalam menerapkan dan memaksakan ajaran Wahabi.


1765: Muhammad Bin Saud peguasa Di’riyah meninggal dunia, digantikan oleh Abdul Azis bin Muhammad Al Saud.


1792: Dengan dukungan senjata dan dana dari Inggris yang difasilitasi oleh Hempher, Revolusi Wahabi dibawah pimpinan Abdul Azis Bin Su’ud berhasil menguasai : Riyadh, Kharj dan Qasim di wilayah Arabia Tengah.


1793: Muhammad Bin Abdul Wahab wafat.


Mereka melanjutkan ekspansi ke timur ke Hasa, dan menghancurkan kekuasaan Banu Khalid di wilayah itu. Para pengikut Syi`ah di kawasan ini, yang jumlahnya cukup banyak, dipaksa untuk menyerah dan mengikuti Wahhabisme atau dibunuh.


1797: Menyerbu Teluk Persia, Oman, Qatar, Bahrain.


1802: Menyerbu Thaif, dilanjutkan menyerbu Karbala Iraq, membunuh 2.000-an pengikut Syi`ah yang sedang bersembahyang sambil merayakan Muharram. Dengan kemarahan yang tak terkontrol, mereka menghancurkan makam-makam Imam ‘Ali bin Abu Thalib, Husain, Imam-imam Syi`ah dan khususnya kepada makam puteri Nabi, Fatimah.


1803: Menyerbu Mekkah.


1804: Menyerbu Madinnah.


Mereka membunuh Syekh dan orang awam yang tidak bersedia masuk Wahabi. Perhiasan dan perabotan yang mahal dan indah – yang disumbangkan oleh banyak raja dan pangeran dari seluruh dunia Islam untuk memperindah banyak makam Wali di seputar Mekkah dan Madinnah, makam Nabi Muhammad saw. dan Masjidil Haram – dicuri dan dibagi-bagikan. Pada saat Mekkah jatuh ke tangan Wahabi. Dunia Islam guncang, lebih-lebih karena mendengar kabar bahwa makam Nabi saw. telah dinodai dan dijarah, rute jamaah haji ditutup dan segala bentuk peribadatan yang tidak sejalan dengan praktik Wahabi dilarang.


1806: Abdul Azis Bin Su’ud meninggal dunia digantikan Abdullah bin Sa’ud.


1811: Turki Ottoman mulai mengirimkan pasukan untuk memadamkan revolusi pemberontakan kaum Wahabi.


1812: Pasukan Turki Ottoman dari Mesir berhasil menguasai Madinnah.


1815: Kembali pasukan Turki Ottoman dari Mesir menyerbu : Riyadh, Mekkah dan Jeddah.


1818: Di’riyah, ibukota pusat gerakan Revolusi pemberontakan Wahabi berhasil dikuasai pasukan Khilafah Islam Turki Ottoman. Pemimpin Wahabi saat itu Abdullah bin Sa’ud tertangkap, dibawa ke Istambul dan dihukum gantung disana sebagai pimpinan pemberontakan.


1821: Tentara Khilafah Islam Turki Ottoman ditarik dari Arabia.


1824: Turki Bin Abdullah, yang bapaknya dihukum gantung di Turki mengambil alih kepemimpinan kaum Wahabi menduduki Riyadh.


1830: Meluaskan penaklukan ke daerah `Aridh, Kharj, Hotah, Mahmal, Sudayr Aflaj dan Hasa.


1834: Turki bin Abdullah dibunuh oleh konspirasi internal keluarga Saud yang dipimpin oleh saudara sepupunya sendiri, yang diangkat sebagai walikota Manfuhah yang bernama Mishari. Setelah mengalami konflik antar sesama klan Saud, Faisal bin Turki berhasil naik menjadi Penguasa baru kaum Wahabi.


1837: Faisal bin Turki Al Saud, karena menolak membayar upeti ke Mesir, diringkus oleh Otoritas Turki Ottoman dan dibawa ke Mesir.


1863: Faisal bin Turki Al Saud berhasil melarikan diri dari Mesir, kembali berkuasa di Riyadh tapi tetap mengakui kekuasaan Khilafah Islam Turki Ottoman dan rutin membayar upeti ke Mesir.


1865: Faisal bin Turki Al Saud meninggal, anak-anaknya dari isteri yang berbeda-beda terlibat perebutan kekuasaan.


1871: Sa’ud bin Faisal keluar sebagai pemenang dan berkuasa memimpin teritorial kaum Wahabi.


1875: Sa’ud bin Faisal meninggal, kembali terjadi perebutan kekuasaan.


1887: Abdullah Al Saud meminta bantuan kepada Muhammad bin Rasyid penguasa Ha’il. Laskar Klan Rasyid setelah membantu Abdullah dan berhasil menyingkirkan pesaing-pesaingnya akhirnya justru menangkap Abdullah dan menguasai Riyadh dengan mengatasnamakan sebagai wali dari Turki Ottoman.


1889: Abdurrahman Al Saud, salah satu walikota dibawah kendali Al Rasyid memberontak tetapi berhasil ditumpas oleh Muhammad Bin Rasyid, Abdurrahman melarikan diri keluar dari Riyadh.


1893: Abdurrahman Al Saud menetap di Kuwait dibawah perlindungan kekuasaan Klan Al Sabah dibawah protektorat Inggris berdasarkan traktat tahun 1899.


1902: Abdul Azis bin Abdurrahman Al Saud yang merengek minta bantuan Inggris berusaha merebut kekuasaan di Riyadh dari Klan Rasyid yang didukung Khilafah Turki Ottoman. Mulanya Inggris meragukan kemampuan Abdul Azis, tapi Abdul Azis meyakinkan Inggris bahwa metodenya adalah murni gerakan politik-militer yang akan “membunuh semuanya” yang menentangnya, tidak peduli meskipun Muslim.


1906: Abdul Azis bin Abdurrahman Al Saud yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Saud dengan dukungan penuh dari Inggris berhasil menguasai QASIM, yang mendekati pusat pemerintahan Klan Rasyid di Nejd.


1913: Hasa yang banyak penganut SYI’AH dikuasai. Ibn Sa`ud mengadakan perjanjian dengan ulama Syi’ah yang menetapkan bahwa Ibn Sa`ud akan memberikan mereka kebebasan menjalankan keyakinan mereka dengan syarat mereka patuh kepada Ibn Sa`ud. Pada saat yang sama, Syi’ah tetap dianggap sebagai kalangan Rafidah yang KAFIR.


1915: Ditengah berkecamuknya perang dunia ke-I, Pada tanggal 26 Desember 1915, Ibn Sa`ud menyepakati traktat dengan Inggris. Berdasarkan traktat ini, pemerintah Inggris mengakui kekuasaan Ibn Sa`ud atas Nejd, Hasa, Qatif, Jubail, dan wilayah-wilayah yang tergabung di dalam keempat wilayah utama ini. Apabila wilayah-wilayah ini diserang, Inggris akan membantu Ibn Sa`ud. Traktat ini juga mendatangkan keuntungan material bagi Ibn Sa`ud. Ia mendapatkan 1000 senapan dan uang £20.000 begitu traktat ditandatangani. Selain itu, Ibn Sa`ud menerima subsidi bulanan £5.000 dan bantuan senjata yang akan dikirim secara teratur sampai tahun 1924.


Dokumen diatas menjelaskan: Sebagai imbalan bantuan dan pengakuan Inggris akan kekuasaannya, Ibn Sa`ud menyatakan tidak akan mengadakan perundingan dan membuat traktat dengan negara asing lainnya. Ibn Sa`ud juga tidak akan menyerang atau campur tangan di Kuwait, Bahrain, Qatar dan Oman – yang berada di bawah proteksi Inggris. Ibn Saud juga berjanji membiarkan berdirinya negara Yahudi di Palestina yang dibidani Inggris. Traktat ini mengawali keterlibatan langsung Inggris di dalam politik Ibn Sa`ud.


1916: Perjanjian penentuan batas wilayah. Komisioner tinggi Inggris Sir Percy Cox dengan mengambil kertas dan pena menentukan batas-batas wilayah kerajaan-kerajaan di Timur-Tengah sebagai kerajaan-kerajaan nasional yang berdaulat lepas dari Khilafah Turki Ottoman.


Sementara itu, saingan Ibn Sa`ud di Nejd, Ibn Rasyid, tetap bersekutu dengan Khilafah Usmaniah. Ketika Kesultanan Utsmani kalah dalam Perang Dunia I bersama-sama dengan Jerman, klan Rasyidi kehilangan sekutu utama. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya, Rasyidi dilanda persaingan internal di bidang suksesi. Perang antara Ibn Sa`ud dan Ibn Rasyid sendiri tetap berlangsung selama PD I dan sesudahnya.


1917: Menteri Luar Negeri Inggris Arthur Balfour menerbitkan deklarasi Balfour kepada Lord Rothschild seorang aristokrat dan miliuner Yahudi tanggal 2 November 1917 yang menjanjikan berdirinya negara Yahudi di Palestina.
Pada tanggal 11 Desember 1917, Inggris dibawah pimpinan Jenderal Edward Allenby menduduki Palestina.


1921: Setelah berbulan-bulan dikepung, pada tanggal 4 November 1921, Ha’il, ibukota Klan Rasyidi, jatuh ke tangan Ibn Sa`ud yang dibantu Inggris melalui dana dan persenjataan. Penduduk oase subur di utara itu pun mengucapkan bai’at ketundukan kepada Ibn Sa`ud.


1922: Asir, wilayah di Hijaz selatan dikuasai Ibn Saud.


1924: Mekkah dan Madinnah dikuasai.


1925: Jeddah dikuasai, di tahun ini Ibnu Saud memproklamirkan diri sebagai RAJA HIJAZ.


1926: Ibnu Saud memproklamirkan diri sebagai RAJA HIJAZ dan SULTAN NEJD. Agen intelejen Inggris yang bernama Harry St. John Pilby tinggal di Jeddah sebagai penasehat dan penghubung dengan pemerintah Inggris. Pada tahun 1930 Philby resmi masuk menjadi anggota dewan penasihat pribadi Raja.


1927: Perjanjian umum Inggris-Arab Saudi yang ditandatangani di Jeddah (20 Mei 1927). Perjanjian itu, yang dirundingkan oleh Clayton, mempertegas pengakuan Inggris atas ‘kemerdekaan lengkap dan mutlak’ Ibnu Sa‘ud, hubungan non-agresi dan bersahabat, pengakuan Ibnu Sa‘ud atas kedudukan Inggris di Bahrain dan di ke-Emir-an Teluk, serta kerjasama dalam menghentikan perdagangan budak. Dengan perlindungan Inggris ini, Abdul Aziz (yang dikenal dengan Ibnu Sa‘ud) merasa aman dari berbagai rongrongan.


1928: Suku Duwaish yang tidak senang terhadap sikap politik Ibnu Saud yang terlalu pro Barat dan menyetujui berdirinya Israel di Palestina melakukan pemberontakan. Dengan bantuan angkatan udara Inggris dilakukan pengeboman dan penumpasan pemberontakan suku Duwaish.


1932: Ibnu Saud memproklamrikan berdirinya Kerajaan Saudi Arabia (Al-Mamlakah al-‘Arabiyah as-Su‘udiyah) dengan wilayah kekuasaan yang sampai sekarang ini dikenal sebagai Kerajaan SAUDI ARABIA (KINGDOM OF SAUDI ARABIA).


1933: Ditemukan minyak di Wilayah Arab Saudi, Standart Oil Company dari California memperoleh konsesi selama 60 tahun. Perusahaan ini kemudian berubah nama menjadi Arabian Oil Company pada tahun 1934. Pada mulanya, pemerintah AS tidak begitu peduli dengan Saudi. Namun, setelah melihat potensi besar minyak negara tersebut, AS dengan agresif berusaha merangkul Saudi.


1941: Untuk kepentingan minyak, secara khusus wakil perusahaan Aramco, James A. Moffet, menjumpai Presiden Roosevelt (April 1941) untuk mendorong pemerintah AS memberikan pinjaman utang kepada Saudi. Utang inilah yang kemudian semakin menjerat negara tersebut menjadi ‘budak’ AS. Pada tahun 1946, Bank Ekspor-Impor AS memberikan pinjaman kepada Saudi sebesar $10 juta dollar. Tidak hanya itu, AS juga terlibat langsung dalam ‘membangun’ Saudi menjadi negara modern, antara lain dengan memberikan pinjaman sebesar $100 juta dollar untuk pembangunan jalan kereta api yang menghubungkan ibukota dengan pantai timur dan barat. Tentu saja, utang ini kemudian semakin menjerat Saudi.


1943: Konsesi ijin bagi AS menempatkan pangkalan militer di Arab Saudi yang terus diperpanjang sampai sekarang.


1948: Deklarasi berdirinya Israel pada tanggal 14 Mei 1948 yang dibacakan oleh Perdana Menteri David Ben Gurion di Tel Aviv.


Proklamasi Israel itu ditentang oleh 5 negara Arab: Arab Saudi, Suriah, Mesir, Trans-Yordania, Libanon dan Iraq yang mengakitbatkan pecahnya perang Arab-Israel pertama sepanjang tahun 1948-1949. Namun perang ini adalah setengah hati, karena Negara-negara Arab sendiri sudah terikat traktat dengan Inggris melalui Perjanjian Penentuan Batas Wilayah yang ditentukan oleh Komisioner Tinggi Inggris Sir Percy Cox pada tahun 1916.
Disamping itu juga telah adanya janji para penguasa negara Arab bentukan Inggris untuk membiarkan berdirinya Israel di Palestina sebagai imbalan atas jasa Inggris yang telah membantu berkuasanya para Raja boneka Inggris di masing-masing negara Arab.


1953: Raja Abdul Azis bin Abdurrahman Al Saud (Ibn Saud) meninggal digantikan oleh Raja Saud bin Abdul Azis.


1956: Perang Arab-Israel kedua, tentara Israel yang dibantu pasukan Inggris dan Perancis menyerbu Mesir dan menduduki Sinai. Perang ini dipicu karena Nasionalisasi Terusan SUEZ oleh pemerintahan Gamal Abdul Nasser, dimana saham terbesar terusan SUEZ dimiliki oleh Inggris dan Perancis.


1964: Raja Saud meninggal digantikan oleh Faisal Bin Abdul Azis.


1967: Perang “enam hari” Arab-Israel ketiga, Israel menyerang Mesir, Suriah dan Yordania, menyusul penarikan mundur pasukan PBB dari Sinai dan setelah Mesir menutup Teluk Aqoba. Dalam perang tersebut, Israel berhasil merebut Gurun Sinai, Tepi Barat, Yerusalem Timur, Jalur Gaza dan dataran tinggi Golan. Dengan jatuhnya wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza ke tangan Israel, berarti seluruh wilayah yang disediakan bagi negara Arab Palestina sesuai dengan rencana PBB, sekarang sudah di kuasai oleh Israel seluruhnya.


1973: Perang “Yomkhipur” Mesir merebut Sinai dan Syria merebut Dataran Tinggi Golan namun Israel dapat memukul balik. Negara-negara Arab melakukan embargo minyak untuk menekan Israel dan Negara-negara Barat yang mendukungnya.


1975: Raja Faisal meninggal digantikan oleh Khalid bin Abdul Azis.


1978: Perjanjian Camp David, Israel mengembalikan Sinai kepada Mesir. Timbul polemik dan pro-kontra diantara Negara-negara Arab terkait nasib bangsa Palestina yang tidak menentu.


1982: Raja Khalid meninggal digantikan oleh Raja Fahd bin Abdul Azis.
Israel menyerang Libanon untuk mengamankan perbatasannya dengan Syria.


1987: Gerakan Intifada dimulai, perlawanan bersenjata rakyat Palestina dibawah komando HAMAS salah satu faksi dari PLO.


1991: Perang Teluk I, Amerika menyerang Iraq yang menganeksasi Kuwait. Pasukan Amerika didatangkan ke Pangkalan militer AS di Dahran, Arab Saudi.


Keluarga Saud mulai menanamkan investasi yang besar di AS, khususnya pada perusahaan-perusahaan keluarga BUSH.


Dana sebesar 1,4 Milliar Dollar AS per tahun diberikan kerajaan Arab Saudi untuk menyokong kepemimpinan George W. Bush. Investasi sebesar 860 Milyar Dollar ditanam pemerintahan Arab Saudi di Amerika dan sebesar 300 Trilyun Dollar AS (senilai dengan 2.805.000.000.000.000.000 rupiah) uang Arab Saudi disimpan di Bank AS.


1996: DR. Aidh Abdullah Al Qorni (penulis LA TAHZAN) dipenjara karena tulisannya yang mengkritik pemerintah.


2001: Peristiwa 9/11 pengeboman WTC (menjadikan stigma negatif bahwa Islam = Teroris).


2003: Perang Teluk kedua, AS menyerbu dan menduduki Iraq.


2005: Raja Fahd meninggal, digantikan oleh Abdullah bin Abdul Azis.


Putra Mahkota Pangeran Sultan Bin Abdul Azis telah berumur 86 tahun dalam kondisi sakit-sakitan. Bila Pangeran Sultan meninggal dunia lebih dahulu dari Raja, yang dipersiapkan sebagai pengganti putera mahkota adalah menantu Raja Abdullah yaitu: Pangeran Faisal Bin Abdullah.


Raja Abdullah mengganti beberapa pejabat teras pemerintahannya yang berideologi Wahhabi dengan orang-orang yang dianggap lebih toleran secara religi, berpikiran reformis dan dengan ikatan kerja yang dekat dengan raja.


Penunjukkan Pangeran Faisal bin Abdullah sebagai Menteri Pendidikan Arab Saudi memang tepat. Karena kementerian ini sebelumnya membuat kurikulum yang memberi doktrin pada pelajar tentang ideologi kebencian dan kekerasan terhadap agama lain (Wahhabi). Mereka mengajarkan sebagai bagian dari perintah agama penanaman kebencian terhadap selainnya bahkan kepada Ahlu Sunnah dan Syi’ah. Seperti yang ditunjukkan Laporan Juli 2008, budaya kebencian terhadap non-Wahhabi masih tetap ada dalam buku-buku bacaan kajian Islam terbitan pemerintah Arab Saudi. Buku-buku bacaan ini diwajibkan di seluruh sekolah umum Arab Saudi dan mendominasi kurikulum Saudi dalam kelas-kelas yang lebih tinggi. Kementerian memuat isi teks ini secara penuh dalam situsnya dan penguasa Wahhabi mengirimnya gratis ke masjid-masjid dan sekolah-sekolah dan perpustakaan muslim di seluruh dunia. Pangeran Faisal bin Abdullah yang dikenal pemikir dan moderat juga dikenal cakap dalam memeriksa kurikulum. Dan dikemudian hari kita akan menyaksikan di Arab Saudi yang lebih moderat (baca: sekuler).


Raja Abdullah juga menggantikan Kepala Dewan Mahkamah Agung, Sheikh Saleh al-Luhaidan, yang selama ini dituding menghalangi upaya reformasi dengan Saleh bin Humaid. Sheikh Luhaidan telah menduduki pos ini selama lebih dari 40 tahun. Selama ini Luhaidan amat terkenal karena beberapa kebijakan ”tegas” yang berpijak pada ajaran konservatif. Salah satu pernyataan tegas pernah diutarakan Luhaidan, September lalu, untuk menanggapi program-program di stasiun TV satelit. Menurut Luhaidan, pemilik stasiun TV satelit yang menayangkan program ”tidak bermoral” harus dibunuh.


Ia juga mengganti kepala polisi agama Muttawa, Sheikh Ibrahim Al-Ghaith, yang telah memimpin kampanye agresif di media massa bagi pelaksanaan keras adat-istiadat Islam dan menantang tokoh lain yang lebih liberal dalam pemerintah. Sheikh Ibrahim Al-Ghaith diganti dengan Abdul Aziz bin Huamin yang lebih moderat.

Perubahan lain yang dilakukan oleh Raja Abdullah dengan menambah jumlah anggota Dewan Ulama dari 120 menjadi 150 anggota. Untuk pertama kalinya, Raja Abdullah menunjuk utusan dari empat sekolah hukum agama Islam Sunni di dalam Dewan Ulama. Sebelumnya hanya tokoh atau perwakilan dari sekolah-sekolah Hambali yang mendominasi di Dewan Ulama. Akibatnya, yang mendominasi di dewan itu hanya ajaran Wahhabi, versi Arab Saudi konservatif.


Raja Abdullah juga memerintahkan tiga tokoh Syi’ah Arab Saudi; Muhammad Al-Khanizi, Jamil Al-Khairi dan Said Al-Sheikh menjadi anggota di Dewan Ulama. Perintah ini dianalisa sebagai kemungkinan dikeluarkannya perintah Raja Abdullah kepada beberapa ulama Syi’ah untuk menjadi anggota Forum Ulama Islam negara Arab Saudi.

Di Homeland Salafy sendiri sudah ada usaha dari Raja Abdullah untuk mereformasi kurikulum pendidikan Wahabi/Salafy yang dianggap terlalu ekstrim dan menanamkan kebencian kepada kelompok lain.


Salafy Centre Global dan Indonesia :

1. Komite Fatwa tinggi Saudi : Syeh Abdullah bin Baz, Al Utsaimin, dkk.
2. Yayasan Muntadha London : Salman Ibn Fahd Al-Audah, DR. Safar Al-Hiwali, DR. I’ed A-Qorni dkk
3. Yamani : Rabi’ Bin Hadi Al Madhkali, Muqbil Bin Hadi Al Wadi’i.
4. Yordani : Salim BIn I’ed Al-Hilali dkk., Ali Halabi Al-Atsari
5. Kuwait : Abdurraman Abdul Khaliq (Yayasan Ihya’ Ats-Thuratsnya)
6. Mesir : Syarif Hazza.
7. Alumni LIPIA angkatan pertama
8. Murid-murid Syeh Rabi’ Bin Hadi Al Madhkali
9. Murid-murid Syeh Muqbil Bin Hadi Al Wadi’i.
10. Ust.Yusuf Ustman Baisa, Lc -dulu di Ma’had Ali Al Irsyad Tengaran dan d’ai resmi al-Lajna al-Khairiyah Al Musytarakah.
11. Ust. Syarif Fuad Hazza, da’i dari Mesir dan kaki tangan Jum’iyyah Islamiyah Kuwait. Ma’had al-Irsyad. Tengaran Salatiga.
12. Ust. Abu Nida’ Khomsaha Sofwan, Lc Mudir Yayasan At-Turats, Yogyakarta, bekerja sama dengan yayasan Ihya’tul Turats Kuwait dan al-Haramain Foundation.
13. Ust. Aunur Rafiq Ghufron ( Ma’had Al Furqan, Gresik)
14. Ust. Abu Haidar, dkk ( As Sunnah, Bandung)
15. Ust. Kholid Syamhudi ( Ma’had Imam Bukhari)
16. Ust Abu Husham Muhammad Nur Huda, Ust Abu Ali Noor Ahmad Setiawan, ST, MT, Aris Munandar, SS LBI Al Atsary Jogjakarta.
17. Ust. Ahmas Faiz Asifuddin ( Ma’had Imam Bukhari, Solo dan Pimpinan Umum Majalah as Sunnah)
18. Ust. Abu Qatadah, Yazid Zawwa, Abdul Hakim Abdat .(Turotsi, Al Haramain-Al Sofwah-DDII eks Masyumi)
19. Ust. Abu Nida, dll ( Islamic Center Bin Baz)
20. Ust. Abu Abbas, Abu Isa, Abu Mush’ab, Mujahid .(Mahad Jamilurahman Bantul)
21. Ust. Umar Budiargo, Lc, Khudlori, Lc, Aris Munandar, SS, Ridwan Hamidi, Lc ,PP Taruna Al Qur’an, alumni Madinah)
22. Ust. Muhammad Yusuf Harun, MA, dai Yayasan Al-Sofwa (Lenteng Agung Jakarta, pengelola situs : Aldakwah.org)
23. Ust. Abu Umar Abdillah pernah berseteru dgn Ust. Farid Ahmad Okbah dari PP Al Irsyad)
24. Ust. Jafar Umar Talib (Yayasan Al Ghuroba) dan Syaikh Abdullaah Al-Farsi.
25. Al Maidani, pengasuh PP Al Anshor Jogjakarta, Al Ustadz Abdul Mu’thi dan ustadz Qomar Su’aidi,Lc.
26. Salafy Yamani, Ponpes Dhiyaus Sunnah Cirebon, Ustadz Muhammad Umar As sewed
27. Ust. Abdurahman Wonosari (Murid Syaikh Muqbil bin Haadi, Dammaj, Yaman)
28. Ust. Abu Usamah bin Rawiyah An Nawawi
29. Lajnah Dakwah As Salafiyyah Jl. Parakan Asih No. 15, Bandung Jabar
30. Ma’had Ittiba’us Sunnah : Jl. Syuhada No. 02 Sampung – Sidorejo – Plaosan – Magetan – Jawa Timur.
31. Ust. Abu Yahya Riski tinggal di Klaten.
32. Ust. Abdullah Amin, ma’had Ighotsah Dammam, Kediri
33. Wahdah Islamiyah, Jl. H. Asnawi Jakarta Selatan.
34. Salafy Sururi, Masjid Hidyatusalihin poltangan pasarminggu.
35. Salafy Yamani, Masjid Fatahillah.
36. Ust. Luqman Ba’abduh, Ma’had As Salafy, Jl. Wolter Monginsidi V no 99, Kranjingan, Jember
37. Ust. Badrusalam, Lc Radio Rodja Bogor.
38. dan lain lain.

Pengikut