1701: Muhammad Bin Abdul Wahab dilahirkan di Uyainah, Nejd.
1713-an keatas: Pergi ke Basrah untuk menuntut ilmu, disana Muh.
Bin Abdul Wahab bertemu Mr. HEMPHER mata-mata Inggris yang mengaku sebagai
Muslim dari Turki yang punya misi mencari kelemahan untuk menghancurkan
Khilafah Turki Ottoman dari dalam.
Hempher menggunakan Muh. Bin Abdul Wahab sebagai boneka
penyebaran mazhab baru yang “bebas” dengan dalih kebebasan IJTIHAD “mengkaji
langsung dari Qur’an dan Hadits” walaupun menyelisihi pemahaman para sahabat,
para Imam Mazhab yang 4 dan para Ulama Muktabar.
Hempher menjanjikan dukungan dana dan senjata dari Inggris bagi
Imam Mujtahid yang baru muncul ini.
Tujuan utama Hempher adalah agar Muh. Bin Abdul Wahab
mencetuskan revolusi pemberontakan melepaskan diri terhadap Khilafah Islam
Turki Ottoman.
Dengan agenda tersembunyi akan melakukan pemberontakan,
dibangunlah doktrin-doktrin baru untuk melegislasi tindakan kekerasan dan
pembunuhan terhadap pejabat pemerintah Turki Ottoman dan semua orang yang tidak
mendukung revolusi wahabi, yaitu:
Membuat ajaran baru yang mudah meng-KAFIR-kan kaum Muslimin,
sebagai alasan untuk menghalalkan darahnya apabila tidak mau bergabung dengan
gerakan Wahabi.
Di Basrah itulah dimulai ajaran-ajaran TAKFIR-nya disebar
luaskan. Tentu saja PERKARA BARU-nya itu ditentang oleh Ulama-ulama setempat.
1726: Dakwah di Huraymilah dan menyebarkan Perkara Baru ajaran
takfir-nya, diusir oleh masyarakat setempat.
1728: Dakwah di Uyainah, mendapat dukungan dari Amir Utsman
penguasa Uyainah, mulai melakukan perusakan dan pembongkaran kubah makam
orang-orang soleh. Tindakan dan ajarannya yang ekstrim mendapat kecaman dari
penguasa wilayah yang lain. Belakangan akhirnya Amir Utsman menarik dukungannya
dan mengusirnya.
Hempher yang selalu mem-back up dari belakang layar, akhirnya
mengatur pertemuan dengan Muhammad Bin Su’ud penguasa Di’riyah.
1744: Bergabung dengan Muhammad Bin Saud penguasa Di’riyah,
semakin gencar menyebarkan doktrin-doktrin WAHABI, dan mempraktekkan
tindakan-tindakan kekerasan dalam menerapkan dan memaksakan ajaran Wahabi.
1765: Muhammad Bin Saud peguasa Di’riyah meninggal dunia,
digantikan oleh Abdul Azis bin Muhammad Al Saud.
1792: Dengan dukungan senjata dan dana dari Inggris yang
difasilitasi oleh Hempher, Revolusi Wahabi dibawah pimpinan Abdul Azis Bin
Su’ud berhasil menguasai : Riyadh, Kharj dan Qasim di wilayah Arabia Tengah.
1793: Muhammad Bin Abdul Wahab wafat.
Mereka melanjutkan ekspansi ke timur ke Hasa, dan menghancurkan
kekuasaan Banu Khalid di wilayah itu. Para pengikut Syi`ah di kawasan ini, yang
jumlahnya cukup banyak, dipaksa untuk menyerah dan mengikuti Wahhabisme atau
dibunuh.
1797: Menyerbu Teluk Persia, Oman, Qatar, Bahrain.
1802: Menyerbu Thaif, dilanjutkan menyerbu Karbala Iraq,
membunuh 2.000-an pengikut Syi`ah yang sedang bersembahyang sambil merayakan
Muharram. Dengan kemarahan yang tak terkontrol, mereka menghancurkan
makam-makam Imam ‘Ali bin Abu Thalib, Husain, Imam-imam Syi`ah dan khususnya
kepada makam puteri Nabi, Fatimah.
1803: Menyerbu Mekkah.
1804: Menyerbu Madinnah.
Mereka membunuh Syekh dan orang awam yang tidak bersedia masuk
Wahabi. Perhiasan dan perabotan yang mahal dan indah – yang disumbangkan oleh
banyak raja dan pangeran dari seluruh dunia Islam untuk memperindah banyak
makam Wali di seputar Mekkah dan Madinnah, makam Nabi Muhammad saw. dan
Masjidil Haram – dicuri dan dibagi-bagikan. Pada saat Mekkah jatuh ke tangan
Wahabi. Dunia Islam guncang, lebih-lebih karena mendengar kabar bahwa makam
Nabi saw. telah dinodai dan dijarah, rute jamaah haji ditutup dan segala bentuk
peribadatan yang tidak sejalan dengan praktik Wahabi dilarang.
1806: Abdul Azis Bin Su’ud meninggal dunia digantikan Abdullah
bin Sa’ud.
1811: Turki Ottoman mulai mengirimkan pasukan untuk memadamkan
revolusi pemberontakan kaum Wahabi.
1812: Pasukan Turki Ottoman dari Mesir berhasil menguasai
Madinnah.
1815: Kembali pasukan Turki Ottoman dari Mesir menyerbu :
Riyadh, Mekkah dan Jeddah.
1818: Di’riyah, ibukota pusat gerakan Revolusi pemberontakan
Wahabi berhasil dikuasai pasukan Khilafah Islam Turki Ottoman. Pemimpin Wahabi
saat itu Abdullah bin Sa’ud tertangkap, dibawa ke Istambul dan dihukum gantung
disana sebagai pimpinan pemberontakan.
1821: Tentara Khilafah Islam Turki Ottoman ditarik dari Arabia.
1824: Turki Bin Abdullah, yang bapaknya dihukum gantung di Turki
mengambil alih kepemimpinan kaum Wahabi menduduki Riyadh.
1830: Meluaskan penaklukan ke daerah `Aridh, Kharj, Hotah,
Mahmal, Sudayr Aflaj dan Hasa.
1834: Turki bin Abdullah dibunuh oleh konspirasi internal
keluarga Saud yang dipimpin oleh saudara sepupunya sendiri, yang diangkat
sebagai walikota Manfuhah yang bernama Mishari. Setelah mengalami konflik antar
sesama klan Saud, Faisal bin Turki berhasil naik menjadi Penguasa baru kaum
Wahabi.
1837: Faisal bin Turki Al Saud, karena menolak membayar upeti ke
Mesir, diringkus oleh Otoritas Turki Ottoman dan dibawa ke Mesir.
1863: Faisal bin Turki Al Saud berhasil melarikan diri dari
Mesir, kembali berkuasa di Riyadh tapi tetap mengakui kekuasaan Khilafah Islam
Turki Ottoman dan rutin membayar upeti ke Mesir.
1865: Faisal bin Turki Al Saud meninggal, anak-anaknya dari
isteri yang berbeda-beda terlibat perebutan kekuasaan.
1871: Sa’ud bin Faisal keluar sebagai pemenang dan berkuasa
memimpin teritorial kaum Wahabi.
1875: Sa’ud bin Faisal meninggal, kembali terjadi perebutan
kekuasaan.
1887: Abdullah Al Saud meminta bantuan kepada Muhammad bin
Rasyid penguasa Ha’il. Laskar Klan Rasyid setelah membantu Abdullah dan
berhasil menyingkirkan pesaing-pesaingnya akhirnya justru menangkap Abdullah
dan menguasai Riyadh dengan mengatasnamakan sebagai wali dari Turki Ottoman.
1889: Abdurrahman Al Saud, salah satu walikota dibawah kendali
Al Rasyid memberontak tetapi berhasil ditumpas oleh Muhammad Bin Rasyid,
Abdurrahman melarikan diri keluar dari Riyadh.
1893: Abdurrahman Al Saud menetap di Kuwait dibawah perlindungan
kekuasaan Klan Al Sabah dibawah protektorat Inggris berdasarkan traktat tahun
1899.
1902: Abdul Azis bin Abdurrahman Al Saud yang merengek minta
bantuan Inggris berusaha merebut kekuasaan di Riyadh dari Klan Rasyid yang
didukung Khilafah Turki Ottoman. Mulanya Inggris meragukan kemampuan Abdul
Azis, tapi Abdul Azis meyakinkan Inggris bahwa metodenya adalah murni gerakan
politik-militer yang akan “membunuh semuanya” yang menentangnya, tidak peduli
meskipun Muslim.
1906: Abdul Azis bin Abdurrahman Al Saud yang lebih dikenal
dengan sebutan Ibnu Saud dengan dukungan penuh dari Inggris berhasil menguasai
QASIM, yang mendekati pusat pemerintahan Klan Rasyid di Nejd.
1913: Hasa yang banyak penganut SYI’AH dikuasai. Ibn Sa`ud
mengadakan perjanjian dengan ulama Syi’ah yang menetapkan bahwa Ibn Sa`ud akan
memberikan mereka kebebasan menjalankan keyakinan mereka dengan syarat mereka
patuh kepada Ibn Sa`ud. Pada saat yang sama, Syi’ah tetap dianggap sebagai
kalangan Rafidah yang KAFIR.
1915: Ditengah berkecamuknya perang dunia ke-I, Pada tanggal 26
Desember 1915, Ibn Sa`ud menyepakati traktat dengan Inggris. Berdasarkan
traktat ini, pemerintah Inggris mengakui kekuasaan Ibn Sa`ud atas Nejd, Hasa,
Qatif, Jubail, dan wilayah-wilayah yang tergabung di dalam keempat wilayah
utama ini. Apabila wilayah-wilayah ini diserang, Inggris akan membantu Ibn
Sa`ud. Traktat ini juga mendatangkan keuntungan material bagi Ibn Sa`ud. Ia
mendapatkan 1000 senapan dan uang £20.000 begitu traktat ditandatangani. Selain
itu, Ibn Sa`ud menerima subsidi bulanan £5.000 dan bantuan senjata yang akan
dikirim secara teratur sampai tahun 1924.
Dokumen diatas menjelaskan: Sebagai imbalan bantuan dan
pengakuan Inggris akan kekuasaannya, Ibn Sa`ud menyatakan tidak akan mengadakan
perundingan dan membuat traktat dengan negara asing lainnya. Ibn Sa`ud juga
tidak akan menyerang atau campur tangan di Kuwait, Bahrain, Qatar dan Oman –
yang berada di bawah proteksi Inggris. Ibn Saud juga berjanji membiarkan
berdirinya negara Yahudi di Palestina yang dibidani Inggris. Traktat ini
mengawali keterlibatan langsung Inggris di dalam politik Ibn Sa`ud.
1916: Perjanjian penentuan batas wilayah. Komisioner tinggi
Inggris Sir Percy Cox dengan mengambil kertas dan pena menentukan batas-batas
wilayah kerajaan-kerajaan di Timur-Tengah sebagai kerajaan-kerajaan nasional
yang berdaulat lepas dari Khilafah Turki Ottoman.
Sementara itu, saingan Ibn Sa`ud di Nejd, Ibn Rasyid, tetap
bersekutu dengan Khilafah Usmaniah. Ketika Kesultanan Utsmani kalah dalam
Perang Dunia I bersama-sama dengan Jerman, klan Rasyidi kehilangan sekutu
utama. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya, Rasyidi dilanda persaingan
internal di bidang suksesi. Perang antara Ibn Sa`ud dan Ibn Rasyid sendiri
tetap berlangsung selama PD I dan sesudahnya.
1917: Menteri Luar Negeri Inggris Arthur Balfour menerbitkan
deklarasi Balfour kepada Lord Rothschild seorang aristokrat dan miliuner Yahudi
tanggal 2 November 1917 yang menjanjikan berdirinya negara Yahudi di Palestina.
Pada tanggal 11 Desember 1917, Inggris dibawah pimpinan Jenderal
Edward Allenby menduduki Palestina.
1921: Setelah berbulan-bulan dikepung, pada tanggal 4 November
1921, Ha’il, ibukota Klan Rasyidi, jatuh ke tangan Ibn Sa`ud yang dibantu
Inggris melalui dana dan persenjataan. Penduduk oase subur di utara itu pun
mengucapkan bai’at ketundukan kepada Ibn Sa`ud.
1922: Asir, wilayah di Hijaz selatan dikuasai Ibn Saud.
1924: Mekkah dan Madinnah dikuasai.
1925: Jeddah dikuasai, di tahun ini Ibnu Saud memproklamirkan
diri sebagai RAJA HIJAZ.
1926: Ibnu Saud memproklamirkan diri sebagai RAJA HIJAZ dan
SULTAN NEJD. Agen intelejen Inggris yang bernama Harry St. John Pilby tinggal
di Jeddah sebagai penasehat dan penghubung dengan pemerintah Inggris. Pada
tahun 1930 Philby resmi masuk menjadi anggota dewan penasihat pribadi Raja.
1927: Perjanjian umum Inggris-Arab Saudi yang ditandatangani di
Jeddah (20 Mei 1927). Perjanjian itu, yang dirundingkan oleh Clayton,
mempertegas pengakuan Inggris atas ‘kemerdekaan lengkap dan mutlak’ Ibnu Sa‘ud,
hubungan non-agresi dan bersahabat, pengakuan Ibnu Sa‘ud atas kedudukan Inggris
di Bahrain dan di ke-Emir-an Teluk, serta kerjasama dalam menghentikan perdagangan
budak. Dengan perlindungan Inggris ini, Abdul Aziz (yang dikenal dengan Ibnu
Sa‘ud) merasa aman dari berbagai rongrongan.
1928: Suku Duwaish yang tidak senang terhadap sikap politik Ibnu
Saud yang terlalu pro Barat dan menyetujui berdirinya Israel di Palestina
melakukan pemberontakan. Dengan bantuan angkatan udara Inggris dilakukan
pengeboman dan penumpasan pemberontakan suku Duwaish.
1932: Ibnu Saud memproklamrikan berdirinya Kerajaan Saudi Arabia
(Al-Mamlakah al-‘Arabiyah as-Su‘udiyah) dengan wilayah kekuasaan yang sampai
sekarang ini dikenal sebagai Kerajaan SAUDI ARABIA (KINGDOM OF SAUDI ARABIA).
1933: Ditemukan minyak di Wilayah Arab Saudi, Standart Oil
Company dari California memperoleh konsesi selama 60 tahun. Perusahaan ini
kemudian berubah nama menjadi Arabian Oil Company pada tahun 1934. Pada
mulanya, pemerintah AS tidak begitu peduli dengan Saudi. Namun, setelah melihat
potensi besar minyak negara tersebut, AS dengan agresif berusaha merangkul
Saudi.
1941: Untuk kepentingan minyak, secara khusus wakil perusahaan
Aramco, James A. Moffet, menjumpai Presiden Roosevelt (April 1941) untuk mendorong
pemerintah AS memberikan pinjaman utang kepada Saudi. Utang inilah yang
kemudian semakin menjerat negara tersebut menjadi ‘budak’ AS. Pada tahun 1946,
Bank Ekspor-Impor AS memberikan pinjaman kepada Saudi sebesar $10 juta dollar.
Tidak hanya itu, AS juga terlibat langsung dalam ‘membangun’ Saudi menjadi
negara modern, antara lain dengan memberikan pinjaman sebesar $100 juta dollar
untuk pembangunan jalan kereta api yang menghubungkan ibukota dengan pantai
timur dan barat. Tentu saja, utang ini kemudian semakin menjerat Saudi.
1943: Konsesi ijin bagi AS menempatkan pangkalan militer di Arab
Saudi yang terus diperpanjang sampai sekarang.
1948: Deklarasi berdirinya Israel pada tanggal 14 Mei 1948 yang
dibacakan oleh Perdana Menteri David Ben Gurion di Tel Aviv.
Proklamasi Israel itu ditentang oleh 5 negara Arab: Arab Saudi,
Suriah, Mesir, Trans-Yordania, Libanon dan Iraq yang mengakitbatkan pecahnya
perang Arab-Israel pertama sepanjang tahun 1948-1949. Namun perang ini adalah
setengah hati, karena Negara-negara Arab sendiri sudah terikat traktat dengan
Inggris melalui Perjanjian Penentuan Batas Wilayah yang ditentukan oleh
Komisioner Tinggi Inggris Sir Percy Cox pada tahun 1916.
Disamping itu juga telah adanya janji para penguasa negara Arab
bentukan Inggris untuk membiarkan berdirinya Israel di Palestina sebagai
imbalan atas jasa Inggris yang telah membantu berkuasanya para Raja boneka
Inggris di masing-masing negara Arab.
1953: Raja Abdul Azis bin Abdurrahman Al Saud (Ibn Saud)
meninggal digantikan oleh Raja Saud bin Abdul Azis.
1956: Perang Arab-Israel kedua, tentara Israel yang dibantu
pasukan Inggris dan Perancis menyerbu Mesir dan menduduki Sinai. Perang ini
dipicu karena Nasionalisasi Terusan SUEZ oleh pemerintahan Gamal Abdul Nasser,
dimana saham terbesar terusan SUEZ dimiliki oleh Inggris dan Perancis.
1964: Raja Saud meninggal digantikan oleh Faisal Bin Abdul Azis.
1967: Perang “enam hari” Arab-Israel ketiga, Israel menyerang
Mesir, Suriah dan Yordania, menyusul penarikan mundur pasukan PBB dari Sinai
dan setelah Mesir menutup Teluk Aqoba. Dalam perang tersebut, Israel berhasil
merebut Gurun Sinai, Tepi Barat, Yerusalem Timur, Jalur Gaza dan dataran tinggi
Golan. Dengan jatuhnya wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza ke tangan Israel,
berarti seluruh wilayah yang disediakan bagi negara Arab Palestina sesuai
dengan rencana PBB, sekarang sudah di kuasai oleh Israel seluruhnya.
1973: Perang “Yomkhipur” Mesir merebut Sinai dan Syria merebut
Dataran Tinggi Golan namun Israel dapat memukul balik. Negara-negara Arab
melakukan embargo minyak untuk menekan Israel dan Negara-negara Barat yang
mendukungnya.
1975: Raja Faisal meninggal digantikan oleh Khalid bin Abdul
Azis.
1978: Perjanjian Camp David, Israel mengembalikan Sinai kepada
Mesir. Timbul polemik dan pro-kontra diantara Negara-negara Arab terkait nasib
bangsa Palestina yang tidak menentu.
1982: Raja Khalid meninggal digantikan oleh Raja Fahd bin Abdul
Azis.
Israel menyerang Libanon untuk mengamankan perbatasannya dengan
Syria.
1987: Gerakan Intifada dimulai, perlawanan bersenjata rakyat
Palestina dibawah komando HAMAS salah satu faksi dari PLO.
1991: Perang Teluk I, Amerika menyerang Iraq yang menganeksasi
Kuwait. Pasukan Amerika didatangkan ke Pangkalan militer AS di Dahran, Arab
Saudi.
Keluarga Saud mulai menanamkan investasi yang besar di AS,
khususnya pada perusahaan-perusahaan keluarga BUSH.
Dana sebesar 1,4 Milliar Dollar AS per tahun diberikan kerajaan
Arab Saudi untuk menyokong kepemimpinan George W. Bush. Investasi sebesar 860
Milyar Dollar ditanam pemerintahan Arab Saudi di Amerika dan sebesar 300
Trilyun Dollar AS (senilai dengan 2.805.000.000.000.000.000 rupiah) uang Arab
Saudi disimpan di Bank AS.
1996: DR. Aidh Abdullah Al Qorni (penulis LA TAHZAN) dipenjara
karena tulisannya yang mengkritik pemerintah.
2001: Peristiwa 9/11 pengeboman WTC (menjadikan stigma negatif
bahwa Islam = Teroris).
2003: Perang Teluk kedua, AS menyerbu dan menduduki Iraq.
2005: Raja Fahd meninggal, digantikan oleh Abdullah bin Abdul
Azis.
Putra Mahkota Pangeran Sultan Bin Abdul Azis telah berumur 86
tahun dalam kondisi sakit-sakitan. Bila Pangeran Sultan meninggal dunia lebih
dahulu dari Raja, yang dipersiapkan sebagai pengganti putera mahkota adalah
menantu Raja Abdullah yaitu: Pangeran Faisal Bin Abdullah.
Raja Abdullah mengganti beberapa pejabat teras pemerintahannya
yang berideologi Wahhabi dengan orang-orang yang dianggap lebih toleran secara
religi, berpikiran reformis dan dengan ikatan kerja yang dekat dengan raja.
Penunjukkan Pangeran Faisal bin Abdullah sebagai Menteri
Pendidikan Arab Saudi memang tepat. Karena kementerian ini sebelumnya membuat
kurikulum yang memberi doktrin pada pelajar tentang ideologi kebencian dan
kekerasan terhadap agama lain (Wahhabi). Mereka mengajarkan sebagai bagian dari
perintah agama penanaman kebencian terhadap selainnya bahkan kepada Ahlu Sunnah
dan Syi’ah. Seperti yang ditunjukkan Laporan Juli 2008, budaya kebencian
terhadap non-Wahhabi masih tetap ada dalam buku-buku bacaan kajian Islam
terbitan pemerintah Arab Saudi. Buku-buku bacaan ini diwajibkan di seluruh
sekolah umum Arab Saudi dan mendominasi kurikulum Saudi dalam kelas-kelas yang
lebih tinggi. Kementerian memuat isi teks ini secara penuh dalam situsnya dan
penguasa Wahhabi mengirimnya gratis ke masjid-masjid dan sekolah-sekolah dan
perpustakaan muslim di seluruh dunia. Pangeran Faisal bin Abdullah yang dikenal
pemikir dan moderat juga dikenal cakap dalam memeriksa kurikulum. Dan
dikemudian hari kita akan menyaksikan di Arab Saudi yang lebih moderat (baca:
sekuler).
Raja Abdullah juga menggantikan Kepala Dewan Mahkamah Agung,
Sheikh Saleh al-Luhaidan, yang selama ini dituding menghalangi upaya reformasi
dengan Saleh bin Humaid. Sheikh Luhaidan telah menduduki pos ini selama lebih
dari 40 tahun. Selama ini Luhaidan amat terkenal karena beberapa kebijakan
”tegas” yang berpijak pada ajaran konservatif. Salah satu pernyataan tegas
pernah diutarakan Luhaidan, September lalu, untuk menanggapi program-program di
stasiun TV satelit. Menurut Luhaidan, pemilik stasiun TV satelit yang
menayangkan program ”tidak bermoral” harus dibunuh.
Ia juga mengganti kepala polisi agama Muttawa, Sheikh Ibrahim
Al-Ghaith, yang telah memimpin kampanye agresif di media massa bagi pelaksanaan
keras adat-istiadat Islam dan menantang tokoh lain yang lebih liberal dalam
pemerintah. Sheikh Ibrahim Al-Ghaith diganti dengan Abdul Aziz bin Huamin yang
lebih moderat.
Perubahan lain yang dilakukan oleh Raja Abdullah dengan menambah
jumlah anggota Dewan Ulama dari 120 menjadi 150 anggota. Untuk pertama kalinya,
Raja Abdullah menunjuk utusan dari empat sekolah hukum agama Islam Sunni di
dalam Dewan Ulama. Sebelumnya hanya tokoh atau perwakilan dari sekolah-sekolah
Hambali yang mendominasi di Dewan Ulama. Akibatnya, yang mendominasi di dewan
itu hanya ajaran Wahhabi, versi Arab Saudi konservatif.
Raja Abdullah juga memerintahkan tiga tokoh Syi’ah Arab Saudi;
Muhammad Al-Khanizi, Jamil Al-Khairi dan Said Al-Sheikh menjadi anggota di
Dewan Ulama. Perintah ini dianalisa sebagai kemungkinan dikeluarkannya perintah
Raja Abdullah kepada beberapa ulama Syi’ah untuk menjadi anggota Forum Ulama
Islam negara Arab Saudi.
Di Homeland Salafy sendiri sudah ada usaha dari Raja Abdullah
untuk mereformasi kurikulum pendidikan Wahabi/Salafy yang dianggap terlalu
ekstrim dan menanamkan kebencian kepada kelompok lain.
Salafy Centre Global dan Indonesia :
1. Komite Fatwa tinggi Saudi : Syeh Abdullah bin Baz, Al
Utsaimin, dkk.
2. Yayasan Muntadha London : Salman Ibn Fahd Al-Audah, DR. Safar
Al-Hiwali, DR. I’ed A-Qorni dkk
3. Yamani : Rabi’ Bin Hadi Al Madhkali, Muqbil Bin Hadi Al Wadi’i.
4. Yordani : Salim BIn I’ed Al-Hilali dkk., Ali Halabi Al-Atsari
5. Kuwait : Abdurraman Abdul Khaliq (Yayasan Ihya’
Ats-Thuratsnya)
6. Mesir : Syarif Hazza.
7. Alumni LIPIA angkatan pertama
8. Murid-murid Syeh Rabi’ Bin Hadi Al Madhkali
9. Murid-murid Syeh Muqbil Bin Hadi Al Wadi’i.
10. Ust.Yusuf Ustman Baisa, Lc -dulu di Ma’had Ali Al Irsyad
Tengaran dan d’ai resmi al-Lajna al-Khairiyah Al Musytarakah.
11. Ust. Syarif Fuad Hazza, da’i dari Mesir dan kaki tangan
Jum’iyyah Islamiyah Kuwait. Ma’had al-Irsyad. Tengaran Salatiga.
12. Ust. Abu Nida’ Khomsaha Sofwan, Lc Mudir Yayasan At-Turats,
Yogyakarta, bekerja sama dengan yayasan Ihya’tul Turats Kuwait dan al-Haramain
Foundation.
13. Ust. Aunur Rafiq Ghufron ( Ma’had Al Furqan, Gresik)
14. Ust. Abu Haidar, dkk ( As Sunnah, Bandung)
15. Ust. Kholid Syamhudi ( Ma’had Imam Bukhari)
16. Ust Abu Husham Muhammad Nur Huda, Ust Abu Ali Noor Ahmad
Setiawan, ST, MT, Aris Munandar, SS LBI Al Atsary Jogjakarta.
17. Ust. Ahmas Faiz Asifuddin ( Ma’had Imam Bukhari, Solo dan
Pimpinan Umum Majalah as Sunnah)
18. Ust. Abu Qatadah, Yazid Zawwa, Abdul Hakim Abdat .(Turotsi,
Al Haramain-Al Sofwah-DDII eks Masyumi)
19. Ust. Abu Nida, dll ( Islamic Center Bin Baz)
20. Ust. Abu Abbas, Abu Isa, Abu Mush’ab, Mujahid .(Mahad Jamilurahman
Bantul)
21. Ust. Umar Budiargo, Lc, Khudlori, Lc, Aris Munandar, SS,
Ridwan Hamidi, Lc ,PP Taruna Al Qur’an, alumni Madinah)
22. Ust. Muhammad Yusuf Harun, MA, dai Yayasan Al-Sofwa (Lenteng
Agung Jakarta, pengelola situs : Aldakwah.org)
23. Ust. Abu Umar Abdillah pernah berseteru dgn Ust. Farid Ahmad
Okbah dari PP Al Irsyad)
24. Ust. Jafar Umar Talib (Yayasan Al Ghuroba) dan Syaikh
Abdullaah Al-Farsi.
25. Al Maidani, pengasuh PP Al Anshor Jogjakarta, Al Ustadz
Abdul Mu’thi dan ustadz Qomar Su’aidi,Lc.
26. Salafy Yamani, Ponpes Dhiyaus Sunnah Cirebon, Ustadz
Muhammad Umar As sewed
27. Ust. Abdurahman Wonosari (Murid Syaikh Muqbil bin Haadi,
Dammaj, Yaman)
28. Ust. Abu Usamah bin Rawiyah An Nawawi
29. Lajnah Dakwah As Salafiyyah Jl. Parakan Asih No. 15, Bandung
Jabar
30. Ma’had Ittiba’us Sunnah : Jl. Syuhada No. 02 Sampung –
Sidorejo – Plaosan – Magetan – Jawa Timur.
31. Ust. Abu Yahya Riski tinggal di Klaten.
32. Ust. Abdullah Amin, ma’had Ighotsah Dammam, Kediri
33. Wahdah Islamiyah, Jl. H. Asnawi Jakarta Selatan.
34. Salafy Sururi, Masjid Hidyatusalihin poltangan pasarminggu.
35. Salafy Yamani, Masjid Fatahillah.
36. Ust. Luqman Ba’abduh, Ma’had As Salafy, Jl. Wolter
Monginsidi V no 99, Kranjingan, Jember
37. Ust. Badrusalam, Lc Radio Rodja Bogor.
38. dan lain lain.